Karakter Moral atau Budi Pekerti

Karakter Moral atau Budi Pekerti
Karakter atau budi pekerti bukan materi pelajaran, tetapi perbuatan yang harus ditanamkan.
Karakter moral atau karakter yakni evaluasi kualitas moral yang stabil individu tertentu. Konsep abjad dapat menyiratkan aneka macam atribut termasuk adanya atau kurangnya kebajikan menyerupai empati, keberanian, ketabahan, kejujuran, dan kesetiaan, atau perilaku yang baik atau kebiasaan. Karakter moral terutama mengacu pada himpunan kualitas yang membedakan satu individu dari yang lain - meskipun pada tingkat budaya, set perilaku moral untuk yang satu menganut kelompok sosial dapat dikatakan untuk bersatu dan mendefinisikannya budaya yang berbeda dari orang lain. Psikolog Lawrence Pervin mendefinisikan abjad moral sebagai "disposisi untuk mengekspresikan perilaku dalam pola yang konsisten dari fungsi di aneka macam situasi".

Kata "karakter" berasal dari kata Yunani Kuno "Charakter", mengacu pada tanda terkesan pada koin. Kemudian datang berarti titik di mana satu hal diberitahu terpisah dari orang lain. Ada dua pendekatan dikala berhadapan dengan abjad moral. (1) Etika Normatif melibatkan standar moral yang menawarkan perilaku benar dan salah. Ini yakni tes perilaku yang sempurna dan menentukan apa yang benar dan salah. (2) Etika terapan melibatkan isu-isu spesifik dan kontroversial bersama dengan pilihan moral, dan cenderung melibatkan situasi di mana orang-orang baik untuk atau terhadap dilema ini.

Sebenarnya setiap insan semenjak zaman Nabi Adam sudah punya abjad mulia, yaitu abjad dasar yang paling hakiki yang diturunkan oleh Sang Maha Pencipta, yaitu aturan tingkah laku benar berdasarkan agama samawi. Jika kita dikembalikan pada fatwa tiap agama samawi, pasti semua agama mengajarkan perihal perbuatan baik dan tawaran untuk melaksanakan, juga perihal jawaban perbuatan buruk dan kewajiban untuk meninggalkannya (dalam fatwa agama Islam setiap muslim diwajibkan memiliki akhlaqul karimah), dampakanya jikalau yang baik dilaksanakan dan yang buruk ditinggalkan pasti membawa ketenteraman dan kesejahteraan hidup insan di dunia dan di akherat secara universal (rahmatan lil ‘aalamiin).

Setiap komunitas/etnik punya impian yang sama, yaitu semua anggota komunitas mampu melakukan pola kehidupan normatif sesuai dengan abjad kolektif yang dimiliki. Dalam hal ini kewajiban orang remaja harus bersikap jujur selain sebagai pelaku karakter, pemberi contoh, penasihat, pemberi worning, pemberi penghargaan dan sanksi secara adil terhadap diri mereka masing-masing dan terhadap orang lain terutama kepada generasi yang lebih muda.

Sebelum menetapkan sesorang mempunyai abjad impian kolektif atau tidak, setiap anggota masyarakat remaja harus menengok diri sendiri apakah ia sudah berkarakter mulia atau belum, sehingga di dalam kehidupan bermasyarakat tidak timpang dan tidak saling menyalahkan. Bisa jadi terbentuknya abjad menyimpang yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu yang mampu meresahkan masyarakat luas dan divonis berkarakter buruk, sesungguhnya hanyalah efek dari perbuatan orang remaja yang menjadi anutan atau teladan nasional yang sudah menyimpang dari norma.

Karakter atau budi pekerti bukan materi pelajaran, tetapi perbuatan yang harus ditanamkan dari generasi awal ke generasi berikutnya sampai final zaman. Karakter tidak perlu diajarkan dalam bentuk pembelajaran, sebab terbentuknya abjad yakni perbuatan rutin dan latah dilakukan setiap hari. Guru tidak perlu mengajarkan dalam kelas secara teoritik sebab sudah masuk (include) dalam pembelajaran semua mata pelajaran dan kehidupan sosial. Nilai-nilai abjad berdasarkan budaya bangsa Indonesia sepert: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kretif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu. Semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/berkomunikasi, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan dan sosial, serta tanggung jawab mampu tertanam dalam jiwa siswa jikalau hal itu dibiasakan dalam kehidupan sehingga tumbuh menjadi kebiasaan.

Siapa yang harus mempunyai abjad mulia? Semua anggota masyarakat (tua-muda, pejabat-rakyat, berpendidikan-tidak berpendidikan, beragama samawi-beragama ardhi) harus memiliki abjad moral mulia/akhlaqul karimah. Tindakan salah kaprah yang sampai kini yakni selalu membahas kesalahan pelajar/maha siswa sebab dicap berkarakter jelek setelah ada informasi tawuran pelajar, dekandensi moral pemuda, mahasiswa pengguna narkoba dan melayani sex komersial, dll., kemudian mencetuskan ide-ide atau program-program pendidikan karakter. Seharusnya bukan kesalahan para pemuda, pelajar, dan mahasiswa saja yang menjadi trading topic setiap mucul informasi negatif, kesalahan orang-orang kondang yang seharusnya dihormati yang lebih diutamakan untuk rehabilitasi dan proteksi penularannya.

Sebenarnya semua insan dikala dilahirkan dalam kedaan fitroh/suci. Datangnya pengaruh buruk yang dampaknya menjadi abjad bangsa (karena terlatih dan melekat pada jiwa generasi muda) justru dari orang dewasa, sebab kodrat insan dan hewan secara naluri/instink sifat genetika induk mensugesti keturunan. Maka sesungguhnya yang meyimpang lebih dulu yakni generasi tua. Jika nilai-nilai abjad di atas sudah dilakukan dan tertanam dengan benar oleh orang-orang yang lahir dahulu, tentu generasi muda tidak perlu dikhawatirkan dan tidak pelu diadakan pendidikan abjad secara khusus.

Masalah yang terjadi sekarang yakni perilaku masyarakat sudah tidak normatif lagi, dan para pemuda, mahasiswa, serta pelajar banyak yang amoral. Para pejabat banyak yang korupsi, kejahatan semakin menjadi-jadi, sementara keadilan dunia semakin sulit dicari. Kenakalan remaja merajalela, begal motor dan geng motor selalu meneror, dan pelecehan seksual semakin brutal. Banyak orang yang lupa pesan Pujanagaaga Mataram, Ronggowarsito: “Anemahi zaman edan, ewuh aya ing pambudi, ora ngedan tan kumanan. Sak beja-bejane wong kang lali isih beja wong kang eling lan waspada.” (“Menemuhi situasi gila, repot untuk memilih, kalau tidak ikut gila tidak mendapat bagian. Seuntung-untungnya orang lupa, masih untung orang yang selalu ingat dan waspada”).

Baca juga: Memberi Contoh Positif Sebagai Upaya Membentuk Karakter Peserta Didik

Revolusi moral tidak segera dimulai berarti sengaja bunuh diri. Suatu bangsa akan semakin terpuruk mana kala abjad moral penduduknya tak terkontrol dan terkendali. Situasi dan kondisi yang semakin menjadi-jadi akan membentuk abjad moral/budi pekerti membunuh generasi yang berdampak pada kehidupan mendatang.

Tidak ada istilah terlambat untuk kembali ke kodrat. Masyarakat yang ingin berdiri merevolusi diri secara bersama dan serentak mengubah tabiat buruk dan bertobat, jalan keluar dari keterpurukan masih terbuka. Hal ini tinggal bagaimana dan kapan memulai, bukan hanya sekedar bicara pendidikan abjad yang didengungkan santer. Sergera bertindak kasatmata solusi pasti ada. Menunda sama halnya dengan apatis, membiarkan berarti menununggu kiamat tanpa ikhtiar.

Bagaimana menanamkan jiwa berkarakter moral/berbudi pekerti mulia? Resep untuk mengembalikan bangsa ini ke jati diri sesuai harapan, yang harus dilaksanakan secara serentak dan berkoordinasi antara lain melalui:

1. Konsistensi terhadap sistem semerintahan yang benar oleh semua pihak
2. Ketegasan penegak hukum dalam menegakkan keadilan
3. Keteladanan abdnegara negara dan tokoh masyarakat
4. Kesadaran penduduk terhadap implementasi norma agama, norma sosial, dan kelestarian lingkungan
5. Menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat secara mikro maupun makro
6. Penanaman akhlaqul karimah dan kaidah kehidupan bermasyarakat semenjak dini
7. Pembiasaan akhlaqul karimah dalam kehidupan rumah, sekolah, dan masyarakat
8. Melestarikan sikap tolong menolong dan gotong royong
9. Membiasakan sopan santun dalam segala bentuk berkomunikasi dan bertingkah laku
10. Menghargai dan melestarikan budaya bangsa
11. Mengutamakan musyawarah dalam mencapai mufakat
12. Saling menghargai dan menghormati sesama warga negara.

*) Ditulis oleh Indra. PNS di lingkungan didikpora kabupaten Agam Sumbar

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Karakter Moral atau Budi Pekerti"

Posting Komentar